Tahukah Anda bahwa bola yang sering dimainkan dengan standar sertifikasi Badan Sepak Bola Dunia (FIFA) adalah produksi anak negeri, yakni para pengusaha asal Majalengka, Jawa Barat. Sejumlah merek terkenal juga dibuat di tempat itu. Salah satu pengusaha bola di kawasan itu adalah Irwan Suryanto, Direktur PT Sinjaraga Santika Sport.
Menurut Irwan, belum lama ini, pembuatan bola sepak ini berawal dari informasi FIFA. Saat itu, sekitar 1994, kebutuhan dunia akan bola memerlukan sekitar 150 ribu per hari. Dan itu menjadi tantangan bagi para pengusaha bola di Tanah Air. “Mampu tidak kita menjawab tantangan itu,” kata Irwan.
Prospek tersebut langsung ditanggapi Irwan. Ia bangga lantaran perusahaannya telah memenuhi standar FIFA. Tahukah Anda, ada 20 standar yang ditentukan FIFA, di antaranya pantulan, lingkaran, berat, penyerapan air, serta daya tahan bola menjadi unsur penilaian oleh FIFA.
Bahan dasar pembuatan bola sepak awalnya dari kulit. Namun karena masih banyak ditemukan kekurangan, seperti kulit jadi keras jika kepanasan, akhirnya digunakan sintetis. “Menggunakan bahan itu, ketebalan hingga beratnya jadi
sempurna,” katanya.
Baca juga : Mengatasi Biaya Rumah Sakit Mahal dengan FWD Sprint Health
Untuk menjaga kualitas, Irwan menggunakan mesin dari Jepang. Itu karena pembuatan bola sangat membutuhkan keakuratan. Ukurannya melenceng sedikit bola akan benjol. Bahan-bahan kemudian diserahkan ke perajin untuk dirangkai jadi bola.
Setelah itu bola disimpan selama tiga hari untuk menjaga kebocoran. Selain membuat sendiri, Irwan juga kerap memenuhi pesanan perusahaan terkenal, seperti Diadora, Nike. “Kami satu-satunya perusahaan yang mempunyai standar ISO,” ujar Irwan.
Dari Kernet Hingga Bos Bola
Untuk menggapai sukses bukanlah hal mudah yang diraih dalam waktu singkat. Butuh proses panjang dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantanngan. “Bagi seorang entrepreneur, untuk mencapai sukses besar, modal yang pertama adalah niat dan keseriusan dalam menjalankan usaha,” ujar Irwan.
Nama Irwan kini tidak asing lagi di dunia usaha, khususnya dalam bisnis peralatan olahraga. Melalui bisnisnya, pria kelahiran Majalengka ini mengharumkan bola buatan Indonesia di kancah dunia, sekaligus membuka lapangan kerja bagi warga Majalengka. Namun, dibalik itu semua, ada perjuangan keras yang telah dilaluinya.
Pria ini pernah bekerja sebagai kuli di Pasar Baru menjadi kernet dan sopir angkutan antar kota, juga jatuh bangun saat membangun usahanya. Getirnya kehidupan itu semua ia lalui, dan saat inilah ia merasakan manisnya kesuksesan berkat keuletan dan kesabarannya. Kisah perjalanan hidupnya merintis usaha layak menjadi inspirasi.
Terlebih Irwan yang hanya lulusan sekolah menengah pertama (SMP) ini mengaku kesulitan memperoleh pekerjaan layak lantaran dibatasi jenjang pendidikan yang dimilikinya.
Hal itu memaksanya bekerja serabutan tanpa kejelasan. Meski demikian, Irwan tidak pernah kecil hati atau putus asa. Dari kernet, ia bekerja maksimal hingga akhirnya menjadi sopir di sebuah perusahaan. “Dari situ, saya bisa menabung sedikit demi sedikit untuk dipakai modal,” katanya.
Lalu, dia memutuskan keluar dan mulai menjalankan roda usahanya sendiri. Irwan memberanikan diri membuka usaha toko kelontong dengan modal yang terbatas. Bermodal dana Rp 25 juta pinjaman dari bank, dia memulai usahanya. Namun, bukan dari sana kisah suksesnya bermula. Kecintaan dan hobinya bermain tenislah yang mengantarkan Irwan menjadi jajaran pengurus pusat Persatuan Olahraga Tenis Indonesia.
Di sana, dia berkenalan dengan seorang investor asal Korea, yang kemudian menggugahnya untuk beralih ke bisnis di bidang peralatan olahraga. Tahun 1994, atas saran Kim, sang investor Korea, Irwan pun meminjam dana Rp 300 juta dari bank untuk membangun pabrik bola di tanah kelahirannya. Dia mendirikan PT Sinjaraga Santika Sport. “Saat itu dia (Kim) bilang, jangan tanggung-tanggung, harus standar internasional,” kenangnya.
Irwan pun memutuskan untuk memberangkatkan 20 pemuda Majalengka untuk menjalani pelatihan produksi di Korea, agar kualitas barang produksinya maksimal dan bisa diterima di dunia internasional. Waktu terus berjalan, Irwan pun memiliki 500karyawan dan mulai mengekspor si kulit bundar buatannya. “Banyak pemuda yang menganggur. Jadi, bagi saya, inilah kesempatan untuk membantu mereka selagi saya masih bisa,” ujar Irwan.
Awalnya, dia hanya mengerjakan pesanan 2.000 bola sebulan, pesanan mitra dari Korea, kemudian meningkat 5.000 per bulan. Pada 1995, pesanan meningkat menjadi 10.000 bola per bulan dan tahun 1996 menjadi 15.000 per bulan. Pemesannya bukan hanya dari Korea, melainkan juga Uni Emirat Arab, Brasil, Jepang, dan Amerika Latin. Namun, usahanya tidak berjalan mulus lantaran keuntungan yang didapat hanya Rp 100 per bola, sementara biaya produksi terus membesar. Akibatnya, sepanjang dua tahun menjalankan roda usaha, Irwan mengalami kerugian hingga hampir bangkrut. Irwan pun melakukan perenungan. Dia memutuskan menunaikan ibadah haji demi memperoleh ketenangan batin dan petunjuk secara spiritual. “Satu kunci lain yang harus kita punya adalah keikhlasan. Dengan ikhlas, pasti akan ada jalan dan dimudahkan,” katanya.
Hasil perenungannya, Irwan pun memberanikan diri memutuskan hubungan bisnis dengan sejumlah mitranya, termasuk Kim yang selama ini yang paling banyak meraup keuntungan dari usahanya. Namun, cobaan belum usai. Pada awal 1998,
perekonomian nasional dilanda krisis. Irwan pun berjuang keras untuk bertahan. Dengan dukungan keluarga dan karyawan, Irwan mampu mempertahankan optimismenya. Usaha mendapatkan pembeli dari luar negeri terus dilakukan tanpa kenal lelah. Irwan tahu persis, kebutuhan bola sepak secara global per hari mencapai 250.000 buah.
Dengan kualitas produksinya yang cukup baik, dia yakin mampu menarik pembeli. Keyakinan itu berbuah manis. Pesanan pertama datang dari salah satu pemegang lisensi Piala Dunia 1998 untuk penyediaan bola sepak, yaitu Harry Romies, seorang pemilik jaringan swalayan besar di Eropa. Harry memesan bola dari Irwan untuk digunakan dalam pertandingan sepak bola bergengsi tingkat dunia itu.“Saat itu kualitas produksi kami mendapat lisensi internasional dari FIFA, dan kami menjadi yang pertama di Indonesia yang mendapatkan itu,” ujarnya bangga.
Mengantongi lisensi internasional, usahanya mulai menemukan titik terang. Makin banyak pesanan bola untuk digunakan dalam Piala Dunia 1998. Irwan pun tidak lagi perlu susah payah memasarkan hasil produksinya. Sebagai penyedia bola untuk ajang Piala Dunia, proses pemasaran bagai berjalan dengan sendirinya. Namun, bagi Irwan itu bukan akhir dari prestasi.
Dia tidak henti-hentinya melakukan perbaikan kualitas agar bola dari Majalengka tetap diakui dunia. Hingga saat ini, usaha yang dirintisnya sudah berusia 17 tahun. Pesanan mengalir deras dari negara-negara tetangga. Bahkan, dia mengaku hampir tidak sanggup memenuhi pesanan tersebut. Membanjirnya pesanan, otomatis mendorong omzet dari bisnisnya semakin besar.
Dapat Apresiasi 5 Presiden
Buah dari prestasi adalah penghargaan. Itu yang diperoleh Irwan, berkat keberhasilannya mengembangkan bisnis yang mengharumkan nama Indonesia, sekaligus menjadi sumber penghasilan bagi warga daerah asalnya, Majalengka. Tak tanggung-tanggung, penghargaan dan pengakuan yang diterima Irwan datang dari orang nomor satu di negeri ini. Bahkan, tak hanya satu, lima presiden yang pernah dan tengah memimpin negeri ini telah ditemuinya dalam berbagai kesempatan. “Mulai almarhum Soeharto, BJ Habibie, almarhum Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya dengan Bung Karno, saya belum pernah bertemu,” ujar Irwan sambil tertawa.
Di kantor PT Sinjaraga Santika Sport di kawasan Gudang Peluru, Jakarta Selatan, terlihat foto- foto Irwan yang diabadikan bersama pejabat dan petinggi negara. Terakhir, ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika bola sepak buatannya digunakan dalam ajang Piala Dunia 2010.“Suatu kebanggaan ketika hasil produksi kita dihargai dan ikut dipromosikan,” tuturnya.
Sepanjang 17 tahun menjalankan bisnis, Irwan beberapa kali memperolehpenghargaan, mulai lisensi FIFA, lisensi FIBA (induk olahraga bola basket internasional), Museum Rekor Indonesia dan lain-lain